Breaking News

Perundungan atau Bullying di Lingkungan Pendidikan Kini Tengah Kembali Jadi Sorotan Publik karena Viral di Media Sosial dan Kasusnya Semakin Meningkat

js.onenews.co.id - Jakarta - Beberapa bahkan terjadi di level sekolah dasar seperti di Sekolah Dasar, SMP, SMA hingga Universitas. 

Dalam beberapa unggahan video yang tersebar di media sosial, korban perundungan mengalami kekerasan verbal dan fisik hingga beberapa di antaranya harus mendapatkan penanganan medis yang cukup serius.

KemenPPPA merilis sepanjang tahun 2022 ada 21.241 kasus perundungan/kekerasan, Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) merilis data bahwa sepanjang tahun 2022, setidaknya sudah terdapat lebih dari 226 kasus kekerasan fisik dan psikis, termasuk perundungan yang jumlahnya terus meningkat hingga saat ini (BBC News Indonesia, 22/07/2022).

Tidak hanya itu, data riset yang pernah dirilis oleh Programme for International Students Assessment (PISA) tahun 2018 juga menunjukkan bahwa sebanyak 41,1 persen siswa di Indonesia mengaku pernah mengalami perundungan.

Pada tahun yang sama, Indonesia menempati posisi kelima tertinggi dari 78 negara sebagai negara yang paling banyak mencatat kasus perundungan di lingkungan sekolah. 

Dikutip dari laman Katadata Media Network (2018) sekolah menjadi lokasi tertinggi terjadinya kasus perundungan. Fakta ini sungguh ironis karena lingkungan pendidikan yang seharusnya menjadi ruang aman bagi siswa untuk mengenyam pendidikan demi masa depan mereka, malah menjelma menjadi ruang menakutkan.

Dalam upaya pencegahan hal tersebut di atas SMPN 12 Wijaya Jakarta, dengan Kepala Sekolah  Budiyana dan Kepala Bidang Kesiswaan Ibu Dede, melakukan hal preventif diantaranya melakukan sosialisasi dan edukasi kepada peserta didik baru pada masa MPLS tahun 2023 dan memyambut Hari Anak Nasional Tahun 2023, dengan mengangkat tema:  "Cegah Dini Perundungan dan Kekerasan Seksual", dengan menghadirkan nara sumber seorang Pakar dan Ahli Parenting Indonesia sekaligus Psikolog dan Motivational Speaker yaitu Ibu Nyi Mas Diane W., S.Psi., M.A., yang tak lain adalah Alumni SMPN 12 Wijaya Jakarta tahun 1991, kegiatan ini bertambah seru karena di moderatori oleh Ibu Ruki.

Fakta-fakta di atas secara langsung mengafirmasi bahwa hingga saat ini perundungan masih menjadi salah satu masalah serius yang sekaligus menjadi pekerjaan rumah bagi pemerintah dan masyarakat. 

Apa itu perundungan atau bullying? perundungan atau bullying merujuk pada perilaku tidak menyenangkan yang dilakukan secara sengaja dan berulang sehingga menyebabkan orang atau korban mengalami trauma dan tidak berdaya. Dalam kasus perundungan di sekolah, pelaku umumnya bersifat agresif dalam melakukan tindakan kekerasan secara berulang kepada siswa yang secara posisi lebih inferior atau tidak diuntungkan secara sosial. 

Aluede et al. dalam artikel A Review of the Extent, Nature, Characteristics and Effect of Bullying Behavior in Schools mengatakan bahwa perilaku perundungan saat ini sudah menjadi hal yang ‘biasa’ terjadi hampir di seluruh sekolah di dunia. 

Pelaku perundungan umumnya merupakan siswa yang lebih senior atau yang merasa memiliki kapital sosial-budaya lebih tinggi dari korbannya, dan dalam beberapa kasus perundungan di lingkungan sekolah bisa juga dilakukan oleh guru maupun staf pegawai (Olweus, 1994).

Perundungan umumnya terbagi dalam beberapa bentuk, antara lain: Perundungan fisik, yang meliputi tindakan mendorong, mengancam, dan memukul. Perundungan verbal, seperti menghina fisik, body-shaming, menyindir, dan menyebarkan gosip; Perundungan sosial, seperti mengucilkan, memalak atau meminta secara paksa, dan memfitnah; Perundungan di dunia maya, seperti memperolok-olok di media sosial, membuat meme yang merendahkan, hingga memberikan pesan teror.

Dampak buruk perundungan 
di banyak kasus perundungan memberikan dampak negatif jangka panjang bukan hanya kepada korban, tapi juga kepada pelaku baik secara fisik maupun psikologis. 

Bagi pihak korban, perundungan merupakan predikator signifikan yang menyebabkan depresi (Farrington, 2011). Mereka umumnya akan mengalami kecemasan dalam interaksi sosial, memiliki tingkat kepercayaan diri rendah, merasa kesepian, hingga bertendensi untuk mengalami gangguan jiwa serta melakukan self-harm, bahkan bunuh diri.

Secara tidak langsung hal ini akan meningkatkan risiko kesehatan fisik-mental, sosial, hingga pendidikan yang buruk di usia anak-anak maupun remaja (Armitage, 2021). 

Di sisi lain, pelaku perundungan juga berpotensi mengalami masalah serius seperti perilaku yang cenderung agresif dan hiperaktif serta memiliki kecenderungan untuk mengabaikan aktivitas pendidikan hingga berisiko tinggi terpapar narkotika (Vanderbilt, & Augustyn, 2010).


Menurut Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemen PPPA), pelaku perundungan juga berpotensi tidak memiliki empati terhadap sesama. Jika tindakan merundung sudah dianggap sebagai hal yang ‘biasa’, maka bukan tidak mungkin pada masa depan pelaku dapat berpotensi melakukan tindakan kriminal. 

Bagaimana tentang pelecehan seksual, kekerasan seksual dan eksploitasi seksual, apakah terjadi juga di lingkungan anak-anak kita ?

Ya, kerap kali terjadi! 
Tahukah Anda? 
Hasil survey berbasis sekolah pada anak SMP dan SMA tahun 2015 (Kemenkes, 2017) mengatakan bahwa 5,2%anak laki-laki dan 3,5% anak peremluan pernah dipaksa melakukan hubungan seksual.

Apa sebenarnya perbedaan antara pelecehan, kekerasan dan eksploitasi seksual itu?

Pelecehan seksual adalah tindakan, ucapan, sentuhan dan sikap yang membuat kamu tidak nyaman dan bersifat seksual.

Kekerasan seksual adalah tindakan pemaksaan atau bujukan pada anak untuk melakukan segala bentuk sentihan fisik di area dada, kelamin, anus dan anggota tubuh lainnya atau memasukkan. Menyentuh alat kelamin sendiri atau orang lain yang menimbulkan ketidaknyamanan atau rasa sakit.

Eksploitasi seksual adalah tindakan pidana dimana pelaku bisa orang dewasa atau anak yang memanfaatkan kamu secara seksual untuk keuntungan materi bagi dirinya, contoh : melacurkan anak, lerdagangan anak, pornografi anak, maupun kepuasan seksualnya.

Bagaimana mencegah perundungan di lingkungan sekolah? Dampak buruk perundungan baik bagi korban maupun pelaku tentu saja tidak bisa dianggap remeh, karena ini menyangkut masa depan anak-anak. 

Upaya pencegahan kasus perundungan, khususnya di lingkungan pendidikan dapat dilakukan dengan cara: 

1. Memberikan psikoedukasi dan pemahaman perundungan kepada siswa, guru, staf, terutama dampak buruk dari perundungan. Hal ini dapat disosialisasikan secara terus-menerus di kelas, saat upacara, hingga menempelkan poster-poster edukasi tentang perundungan di area sekolah. 

2. Mengedukasi orangtua murid tentang perundungan dan dampak negatifnya supaya mereka dapat dengan cepat melapor kepada pihak yang berwajib jika menemukan kasus perundungan. Tidak hanya itu, orangtua juga bisa diproyeksikan untuk menjadi agen pencegahan perundungan di luar lingkungan sekolah; 

3. Membentuk satgas antiperundungan di lingkungan sekolah yang melibatkan guru, bahkan siswa atau teman sebaya yang memiliki pengaruh untuk dibentuk sebagai agen perubahan. Hal ini bisa dilakukan dengan mengadakan Roots, program pencegahan perundungan berbasis sekolah.

4. Merancang kebijakan dan aturan antiperundungan di sekolah untuk memberikan sanksi tegas kepada siapa saja yang melakukan tindakan perundungan tanpa pandang bulu.

Bagaimana cara melindungi diri dari kekerasan seksual? Berikut rekomendasi Mba Dee, sapaan akrab dari Bu Nyi Mas Diane, sbb :
1. Dekat dengan seluruh anggota keluarga
2. Komunikasikan dengan ayah dan bunda tentang kejadian-kejadian di sekitarmu serta dunia maya.
3. Terlibat dalam aktivutas keluarga secara rutin, termasuk memberi ide pada orang tua aktivitas mengasyikan yang kamu dan orangtua sukai.
4. Berpendirian teguh.
5. Sebagai remaja keren, kamu tahu apa yang kami mau dan batasan yang baik serta buruk buat kamu.
6. Siapapun teman kamu di dunia maya atau mereka membuat kamu melanggar batas yang baik dan burik. 
Carilah cara menghindar dengan bijak.
7.Kamu berhak tahu dan paham mengenai reproduksi dan kesehatan seksual diri kamu.
8. Meningkatkan pengetahuan dan pemahaman literasi digital serta hal baru yang punya potensi merusakmu.
9. Kamu berhak mendapat dukungan moril, fisil, sosial dan hukum jika terjadi pelecehan, kekerasan apalagi eksploitasi seksual terhadap diri kamu.

"Tak ada seorangpun yang layak menerima perundungan dan kekerasan seksual" -DM-

Selamat Hari Anak Nasional Tahun 2023, Anak Terlindungi Indonesia Maju.

Reporter: Johan Sopaheluwakan
© Copyright 2022 - JS ONE NEWS